PENGETAHUAN SINGKAT KERIS
YOGYAKARTA
Bagian 1
oleh
Victor MH( MB. Martahadihidayat)
1.
SEKILAS
TENTANG KERIS
Dalam
tatanan kehidupan nenek moyang orang Jawa, kehidupan seseorang baru dianggap
lengkap setelah memiliki lima hal, yaitu : Curigo (keris), Turonggo (kuda, kendaraan),
Wisma (rumah tempat tinggal), Wanita (istri) dan Kukilo (Burung Perkutut,
simbol klangenan, hobby atau hiburan). Dari kelima hal itu, curigo atau keris
menjadi prioritas utama, karena bila kita cermati dengan seksama, keris itu ngemu pituduh (mengandung petunjuk
tentang kebenaran), ngemu pitutur (mengandung nasihat tentang kebajikan), dan
ngemu panyuwunan (mengandung doa dan harapan).
Para
luhur nenek moyang kita mewariskan pituduh dan pitutur adiluhung kepada
generasi penerus bangsa agar hidupnya benar dan bahagia lahir dan batin. Sudah
menjadi budaya oraing jawa bahwa pituduh dan pitutur tersebut disampaikan secara
simbolik, kias atau “sanepo”, bahkan “pasemon”, yang dituangkan dalam
karya-karya seni adiluhung, berupa bangunan, tari, sastra, pakaian, gamelan dan
sebagainya, termasuk senjata tradisional yang disebut tosan aji, khususnya
keris.
Lukisan Pangeran Ario Diponegoro tahun 1870 yang tersimpan
KITLV Leiden Belanda
Lebih jauh lagi,
pituduh dan pitutur adiluhung tersebut yang terdapat di dalam keris Berdasarkan
catatan dari Demak Kadilangu, yang disampaikan oleh Kanjeng Pangeran Wijil II
(Pujangga terakhir Kraton Kartasura) yang sempat dikutip oleh Ki Darmosugito
dalam bukunya yang berjudul Dhuwung, secara garis besar ada dua hal pasemon
yang terdapat di dalam keris, yaitu :
1. Keris sebagai
“pasemoning sangkan paran” yang bisa diartikan sebagai rahasia tentang
asal-usul manusia.
2. Keris sebagai
“pasemoning agesang” yang bisa diartikan sebagai rahasia tentang kehidupan
manusia.
Orang Jawa mengenal istilah "Sasmita Ratu, Esem Bupati,
Semu Mantri, Dhupak Kuli". Semakin tinggi ilmu dan kedudukan seseorang,
semakin halus cara berkomunikasi dalam menyampaikan dan memahami pesan. Sasmita
atau Pasemon diartikan Bahasa yang sangat halus, tidak vulgar seperti halnya orang jawa yang bisa
mengingatkan orang tanpa yang diingatkan tersakiti, hal ini merupakan
pengertian singkat dari kata pasemon. Berikut beberapa hal yang terkandung
dalam tosan aji berupa keris tentang pasemoning sangkan paran.
1. Keris sebagai
Pasemoning Sangkan Paran
Bilamana
kita melihat sebilah keris, kesan awal yang dapat kita lihat, bahwa
jumlahnya hanya
satu. namun bila dicermati. setelah dihunus maka keris itu terdiri dari dua
bagian, yaitu warangka dan wilah, atau manunggalnya barang dua, Nampaknya
satu, namun
sebenarnya dua, tetapi walaupun dua, sebenarnya satu. Yaitu satunggal
ingkang kalih,
kelih ingkang satunggal. Ini merupakan pasemoning sangkan paran,
tentang jumbuhir.g
kawula Gusti.
Kalau
keris kita hunus, lalu dicermati bilahnya, maka seolah-olah yang dianggap
ujungnya (pucuk)
adalah bagian yang runcing, dan pangkalnya (bongkot) adalah bagian yang kita
pegang, yaitu pesi, ini adalah anggapan yang wajar. Padahal bila kita merunut
proses pembuatan keris, sewaktu keris masih berujud bakalan (kodhokan), bagian
ujung kodhokan itu diputus atau dipenggal, sebagai bahan untuk membuat gonjo,
yang nantinya ditembus pesi sebagai bagian utama dari sorsoran keris. Setelah keris diberi perabot yang lengkap dan
kita sarungkan ke warangka, maka yang
semula sebagai bagian ujungnya keris, berubah fungsi menjadi pangkalnya
keris atau bagian bongkotnya. Kemudian bagian sor - soran, yaitu bagian gonjo
dan pesi yang semula sebagai pangkalnya (bongkot), berubah menjadi ujungnya
(pucuk). Sehingga keris itu sebenarnya tanpa bongkot dan tanpa pucuk, tanpa
ujung dan tanpa pangkal. Para Empu
mewariskan pasemon kepada kita bahwa sesuatu yang tanpa ujung dan pangkal, atau tanpa wiwitan lan tanpa
pungkasan, merupakan salah satu sifat abadi dari Tuhan Yang Maha Esa.
Bentuk
Gonjo yang menyerupai cicak, yang maknanya dalam huruf Jawa artinya titik.
Semua wujud seantero alam semesta itu merupakan kumpulan dari titik yang
jumlahnya tak terhitung. Ini merupakan pasemon luhur segala yang ada di alam
semesta ini merupakan percikan cahaya dari kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Kumpulan titik
seluruh alam
semesta ini akhirnya juga merupakan wujud dari titik yang Tunggal.
2.
WUJUD
KERIS
Tosan aji makna dasarnya adalah “besi yang dihargai/dihormati
dan memberi manfaat” secara mudahnya sebuah benda masuk dalam prasyarat tosan aji bila terdiri dari 3 bahan, besi,
baja dan pamor dan dibuat dengan kaidah kaidah pembuatan tosan aji. campuran
besi baja dan pamor saat ini sudah disebut sebagai tosan aji, pamor tidak selalu
harus putih ada yang abu abu, atau hitam(sering disebut pamor kelengan)
apakah itu keris
kesimpulan yang dihimpun penulis dari berbagai sumber sebuah
benda disebut keris apabila :
1. Memliki bentuk asimetris dengan ujung yang runcing
2. Berbahan tosan aji (besi, baja, pamor)
3. Mempunyai ganja(baik iras maupun tidak)
4. Mempunyai condong leleh .
keris disebut dalam beberapa tingkatan bahasa, ada yang menyebut
dhuwung, wangkingan, curiga dan juga keris, masing masing mempunyai arti dan
makna yang kurang lebih sama.
keris pada dasarnya terbagi menjadi 2 jenis
1. keris lurus, adalah keris yang bilahnya lurus
dan tanpa lekuk, sering diartikan sebagai symbol harapan dan pandangan hidup
yang “lurus’ menuju Tuhan yang maha esa.
gambar sebilah keris lurus berdhapur jalak dengan pamor nunggak
semi raja gundala, bertangguh HB I
2. Keris Luk
keris luk biasanya ber
lekuk ganjil, biasanya diartikan sebagai “hidup fleksibel dalam menghadapi
masalah, dan berakhir tetap pada tujuannya”
sebuah gambar keris luk
dengan cara menghitung luk dari bagian perut(cekungannya)
bilah keris bertangguh Demak
CARA MEMAKAI KERIS
GAYA YOGYAKARTA
Peraga.
KRT Condropuspita (almarhum) dan MB. Matahadihidayat
Klabang
pinipit/Klabang pipitan.
Klabang pinipit dikenakan dalam acara
sehari-hari dan merupakan pemakaian paling sopan dalam berbagai masyarakat.
Posisi keris berada dipunggung bagian sebelah kanan, hulu keris berada di dekat
ketiak kanan. Pendhok terlihat kira-kira 2 atau 3 jari di atas lonthong.
Nyothe.
Mengenakan keris cara ini biasanya digunakan
oleh orang yang bepergian atau para ulama yang mengenakan jubah. Keris
diselipkan di depan/perut, dibawah ketiak kanan, atau kiri.
Peraga.
Nyothe
cara lain
Munyuk
Ngilo.
Mengenakan keris cara Munyuk Ngilo digunakan
oleh prajurit yang menyandang senapan/senjata api pada bahu kanan, sehingga
warangka keris tidak rusak karena berbenturan dengan senapan.
Ngewal.
Ngewal hampir sama dengan Klabang Pinipit,
tetapi posisi hulu keris dibalik menghadap ke bawah. Cara mengenakan keris
seperti ini hanya dikenakan oleh prajurit yang sedang siap siaga.
Satriya
Keplayu/Lele Sinundukan/Sunduk Lele
Pada cara ini, keris diselipkan pada
setagen/lonthong dengan posisi tegak lurus sejajar tulang punggung. Cara ini
dianggap kurang baik karena dipandang memiliki maksud tersembunyi.
Nganggar
Pada cara ini, keris tidak diselipkan pada
lipatan stagen/lonthong, tetapi digantung pada sebuah gantungan khusus yang
dipasang pada sabuk/kamus.
Menggunakan keris cara ini dilakukan oleh
prajurit Dhaeng atau para bangsawan yang mengenakan pakaian prajuritan/sikepan.
Biasanya menyandang 2 keris, 1 cara nganggar sedangkan satu lagi dengan cara
Ngewal atau Klabang Pinipit
Mangking
Cara ini mirip dengan Klabang pinipit, tetapi
letak keris terlalu di tengah, sehingga bagian gandar berada di sebelah kiri
tulang punggung. Cara ini dianggap kurang baik karena si pemakai dianggap
terlalu berani dan kurang waspada.
Netep.
Cara ini mirip dengan Klabang Pinipit, tetapi
bagian warangka menyentuh setagen/lonthong. Cara ini dianggap kurang baik
karena si pemakai dianggap ceroboh, terlalu berani dan kurang mawas diri.
Mogleng.
Cara
ini mirip Klabang Pinipit, tetapi pendhok terlihat menyembul keluar. Cara ini
dianggap kurang baik, karena si pemakai dianggap hendak menyombongkan diri.
Cara ini hanya cocok dikenakan oleh raja.
BAGIAN BAGIAN KERIS
Perabot keris gaya Yogyakarta
Perabot
keris Yogyakarta meneruskan pakem kerajaan Mataram, perbot keris meliputi deder,
mendhak, warangka, pendhok dan kadang selut sebagai pelengkap. perabot keris
Yogyakarta meneruskan dari perabot keris mataram dengan hanya sedikit
perubahan, sedangkan yang relative tidak berubah adalah dedernya. Sehingga
hamper semua kerajaan yang berhubungan dengan mataram memiliki kesamaan dengan
perabot Yogyakarta. Sesuai perjanjian giyanti bahwa Yogyakarta meneruskan
budaya mataram, Surakarta membuat budaya baru dengan mengadopsi budaya
pasisiran. Berikut contoh perabot keris gaya yogyakarta
1.
Deder,
deder gaya Yogyakarta pada yang lazim dipakai adalah deder nunggak semi, akan
tetapi juga dilengkapi dengan perembangan dari deder nunggak semi yaitu deder
lempuyangan dan narada kanda, serta deder kagok
Gambar
deder nunggak semi dengan bahan kemuning simbar
2.
mendhak
yogyakarta
Pada dasarnya terdapat 6 macam mendhak jogja.
a. Mendhak "Lugas" merupakan mendhak
yang semua bagiannya terbuat dvari logam.
b. Mendhak "Kendhit" adalah mendhak
yang menggunakan 1 warna batu mulia sebagai mata nya biasanya berwarna putih
dari intan, berlian atau yiakut atau hijau dari zamrud dan merah dari ruby.
c. Mendhak "Nyah Nginang" atau
nyonyah nginang adalah mendhak yang matanya menggunakan 2 macam batu mulia,
bisanya berwarna putih dan merah dari intan atau berlian dan ruby.
d. Mendhak "Rujak Wuni" adalah
mendhak yang matanya menggunakan 3 warna batu, biasanya bterwarna merah, putih
dan hijau dari intan, ruby dan zamrud.
e. Mendhak "Robyong" adalah moendhak
yang semua menirannya menggunakan batu mulia.
f. Mendhak "Blitar" adalah mendhak
yang menirran atas dan bawahnya diganti dengan tali dari logam.
Demikian 6 jenis dasar mendhak jogja, berikut
saya lampirkan contoh yang baik dari 6 mendhak tersebut
3.
warangka
warangka
Yogyakarta yang lazim dipakai adalah, warangka gayaman untuk keperluan harian,
branggah untuk keperluan upacara formal, wulan tumanggal biasanya untuk para
ulama, sandang walikat untuk menyimpan pusaka, bancihan(perpaduan branggah dan
gayaman) dan kagok(perpaduan 2 kerajaan) biasanya untuk para seniman.
Warangka
gayaman dan branggah
Warangka gayaman kagok dan kagok bancihan
Warangka
sandang walikat dan wulan tumanggal
4.
pendhok
Yogyakarta terdiri dari 4 bentuk dasar
a.
pendhok
blewah, yaitu seperti belahan dan memperlihatkan kayu bagian gandar
b.
pendhok
bunton, berbentuk gilig tertutup
c.
pendhok slorok, berupa blewah dengan slorok
yang bisa dilepas ditengahnya
d.
pendhok topengan, adalah pendhok blewah dengan
tutup diatasnya
5.
selut,
selut merupakan tambahan yang berfungsi untuk memperkuat bungkul deder,selut
merupakan perabot opsiona boleh digunakan boleh tidak, selut terbagi menjadi 2
yaitu selut njeruk keprok dan selut njeruk purut.
PERABOT KERIS GAYA YOGYAKARTA DAN
PERBEDAANNYA DENGAN GAYA SURAKARTA
Perabot
adalah pakaian keris meliputi, deder/Handle/Ukiran, mendhak, selut(opsional),
Warangka dan pendhok. Dewasa ini di kalangan masyarakat masih sering tertukar
karena adanya kemiripan antara perabot warangka Yogyakarta dan Surakarta.
Berikut
perbedaan yang mudah dilihat dari perabot Yogyakarta dan Surakarta:
1. DEDER
Secara garis besar ada 3 perbedaan deder surakarta dan
yogyakarta yaitu:
1. Bentuk keseluruhan,
seperti pada warangka deder Surakarta bentuknya lebih melengkung sedangkan
deder Yogyakarta relatif lebih lugas, menyesuaikan dengan warangkanya deder Surakarta
relatif lebih besar dan gempal dibanding deder Yogyakarta.
2. Deder Surakarta
memakai kuncung pada bagian bathuknya seperti kuncung pada umumnya, sedangkan
deder Yogyakarta tidak memakai kuncung melainkan memakai cithak (garis setengah
lingkaran)
3. Deder Surakarta
memakai linger/sudut di sisi perutnya sedangkan deder Yogyakarta tidak
2. Mendhak
Secara umum dan paling mudah adalah bagian yang biasa disebut
"tumpengan " sebuah kerucut bawah mendhak yang berbentuk seperti
tumpeng (saya lingkari).
Tumpengan pada mendhak Yogyakarta adalah mlenuk
atau berisi seperti tumpeng sesungguhnya, dan lurus lugas membuat mendhak Yogyakarta
terlihat lebih kenceng, sesuai dengan perabot dan karakter Yogyakarta.
Tumpengan pada mendhak Surakarta lebih ramping
dan cenderung agak agak melengkung, membuat mendhak Surakarta menjadi ayu dan
kenes sesuai dengan sandangan Surakarta yang indah.
3.
WARANGKA
Secara
umum warangka keris Yogyakarta yang digunakan secara umum ada 2, yaitu warangka
gayaman (untuk keperluan sehari hari) dan warangka Branggah (untuk keperluan
acara resmi).
- gayaman
A.adalah bagian kecil diujung rangka yang sering disebut
"lambe wayang" lambe wayang terletak di sudut ujung depan diatas
janggut, persis seperti bibir diatas dagu, jika Surakarta bentuk lambenya
lancip, jika Yogyakarta bentuk bibirnya agak kotak. hal seperti ini dulu maupun
sekarang kadang dan terlepas dari perhatian mranggi, jika kurang diperhatikan
kadang ada istilah rangka Yogyakarta rasa Surakarta, rangkanya Yogyakarta
kenapa lambenya Surakarta dll , tentunya bagi yang memperhatikan, bagi yang
tidak ya tidak apa apa karena semua tergantung yang memandang.
B.bagian
diatas gelungan terletak dibelakang warangka, jika Surakarta biasanya terdapat
sudut, jika Yogyakarta tidak ada sudutnya.
setidaknya dua indikator tersebut sudah cukup
untuk membedakan gayaman yogya dan Surakarta.
B. Branggah
Branggah jika gaya Surakarta disebut ladrang
Angka 1 adalah “Angkup” berada diatas janggut dan bentuknya
melengkung, pada ladrang diatas janggut ada semacam sudut untuk kemudian naik
di angkup, dan angkupnya melengkung hampir setengah putaran, serta di kruwing
jadi semacam ada kruwingan dan tengahnya terdapat ada adanya, hal itu membuat
angkup pada ladrang Menjadi terlihat lebih “cantik” seperti gadis metropolitan yang
cantik dengan p[akaian yang glamour.
sedangkan Yogyakarta lugas , dari janggut ke
angkup hampir tanpa lekukan dan angkupnya lebih tegas ndegeg , tanpa kruwingan
dll, hanya garis lengkung yang tegas dan tidak se melengkung angkup Surakarta,
membuat angkup Yogyakarta terlihat lebih kaku, lugas dan tegas.
angka 2 “godhongan” sama halnya pada angkup,
seretan dibawah godhongan pada rangka ladrang lebih melengkung sedangkan pada
branggah lebih lurus dan lugas
C. PENDHOK
Pendhok yogyakarta
Pendhok Surakarta
Pendhok gaya Yogyakarta dan Surakarta secara umum dibedakan
oleh 3 hal
1. Cangkem kuthuk atau bagian atas pendkok yang digunakan untuk
masuknya gandar, jika Yogyakarta berbentuk melengkung, jika Surakarta berbentuk
lurus
2. Awak awakan, atau badan pendhok. Jika Yogyakarta berbentuk
gilig( gemuk) dan mengerucut ke ujung, Surakarta berbentuk agak pipih dan
cenderung agak lurus.
3. Tatahan/ukiran, jika Yogyakarta tidak sampai ke tepi pendhok,
Surakarta tatahan penuh hingga tepi pendhok.
FUNGSI KERIS PADA MASA
LAMPAU
1. KERIS SEBAGAI LAMBANG
a. Identitas pribadi atau keluarga, keris
dengan bentuk pamor dan aksesoris tertentu pada masa lalu sering menjadi
identitas pemiliknya, misalnya keris dhapur carubuk berpamor pandhita abala
pandhita misalnya Khusus untuk para pendheta, keris dengan dapur putut misalnya
khusus Untuk para siswa. Termasuk orang dapat dikenal pangkat dan kedudukannya
dilihat dari keris dan atributnya.
b. Sebagai lambang kedewasaan, dalam falsafah
jawa seorang pria dianggap dewasa apabila sudah menggenapi 5 syarat utama dalam
hidupnya, yaitu curiga(keris), turangga (kuda), wisma (rumah), wanita(istri)
dan kukila (burung).
c. Sebagai lambang persaudaraan, keris sudah
sejak lama digunakan dalam tukar menukar cenderamata, baik bada zaman kerajaan
maupun sesudah kemerdekaan dan juga keris dianggap sebagai cenderamata paling
bermakna pada masa lampau, jika seseorang sudah diberi keris maka tentunya
sudah dianggap dekat seolah saudara sendiri. Pada zaman dahulu lazim seorang
ayah membuatkan keris untuk anak anaknya, seorang guru memberikan keris kepada
murid muridnya. Pemberian keris merupakan lambang persahabatan dan persaudaraan
yang kuat.
d. Sebagai lambang kepahlawanan, pangeran
Diponegoro, Jendral sudirman bahkan ken arok adalah beberapa tokoh yang terkait
dengan keris, Bung Tomo pada saat saat genting juga selalu membawa keris
pusaka, selain menjadi pendamping fisik keris juga merupakan pendamping
psikologis, pada masa dahulu beberapa keris digunakan sebagai lambang
kepahlawanan dan semangat, kenyataan ini juga membuktikan bahwa keris
sebenarnya juga merupakan jembatan penghubung semangat nasionalisme masa kini
dengan jiwa patriotism masa lalu.
e. Sebagai tanda peristiwa, masyarakat lama
terutama jawa mengenal pencatatan angka dengan bentuk macam macam, salahsatunya
adalah sengkalan, yaitu pencatatan angka menggunakan lambang lambang yang
terdapat di alam, bias terlihat keris dengan beberapa lambang yang berarti
angka, selain itu keris juga dibuat untuk peringatan khusus, contohnya ketika
penaklukan pati, maka panglima perang yang berjasa diberi kinatah gajah singa
pada ganja kerisnya
2. KERIS SEBAGAI ATRIBUT
a. Keris sebagai lengkap busana adat,
Diberbagait daerah selain fungsi sebagai senjata juga digunakan sebagai atribut
busana agar lengkap, busana jawa tidak akan lengkap bila tidak menggunakan
keris, dan ada aturan tersendiri dalam penggunaan keris, aturan rangka, aturan
pendok dan deder.
b. Keris sebagai atribut raja dan bangsawan,
padao masa lalukeris termasuk dalam perangkat “keprabon” atau perangkat yang
harus dimiliki oleh seorang raja, misalnya di Yogyakarta ada keris KKA. Jaka
piturun dan KKA. Kopek, sebagai kelengkapan keprabon.
c. Keris sebagai atribut utusan Raja, Bila
seorangr Raja berhalangan maka raja berhak mengutus seseorang untuk
mewakilinya, dan sebagai penanda utusan raja maka utusan dipinjami keris
kerajaan. Sebagai contoh pada saat berlangsungnya upacara pernikahan Pangeran
Jerman Bernard von Lippe-Biesterfeld dengan putrid Raja Juliana Van
Oranje-Nassau dari netherland, Sri paku Buwana X dari Kraton Surakarta mengutus
salah seorang putranya Pangeran Suryohamijoyo, dan menggunakan keris Pusaka
kerajaan yaitu Kanjeng Kyahi Pakumpulan.
d. Keris Sebagai atribut prajurit, di kerajaan
Surakarta dan Yogyakarta keris merupakan atribut resmi prajurit bila pisowanan
maupun ketika maju perang.
e. Sebagai penanda pangkat atau status social,
keris meruoakan salah satu atribut warga masyarakat aristokris, sehingga wajar
jika keris dikembangkan aturan khusus tentang pendhok, deder, warangka dan
aksesoris lain yang mengacu pada pangkat, kedudukan maupun status sosisal
lainnya. Contohnya di lingkungan istana pada masa lalu pendhok kemalo merah
hanya boleh dipakai oleh keluarga kerajaan dengan pangkat tertentu, pendhok
kemalo hijau bagi orang dengan jabatan bekel dan selanjutnya.
3. KERIS KERIS SEBAGAI SENJATA
a. Sebagai senjata tajam, dalamv keilmuan jawa
keris merupakan salah satu senjata tikam jarak pendek, atau disebut sebagai “
senjata ruket” yaitusenjata dalam jarak “pergumulan” keris juga digambarkan sebagai
gigi taring dewa kematian, bila seorang terlibat pergumulan menggunakan keris
sering dikatakan “ ngadi siyunging bathara kala” (mengadu taring bathara kala)
banyak cerita yang menyebutkan penggunaan keris sebagai senjata, diantaranya
adalah cerita tentang ajisaka dan yang terakhir adalah perang puputan Badung
dan Klungkung pada awal abad 20.
b. Sebagai senjata pidana, pada zamani dahulu
keris menjadi salah satu senjata pidana, pelaksanaan pidana dilakukan dengan
cara ditusuk menggunakan keris dari punggun, dibawah tulang belikat sehingga
tembus ke dada dan jantung tertembus bilah keris, selain itu Sunan Amangkurat 1
juga sering mengeksekusi mati menggunakan sebilah keris bernama “kyahi Blabar”
yang lebih terkenal dengan sebutan keris Kyahi Margapati.
c. Keris sebagai senjata peraga, artinyac
keris berfungsi sebagai senjata pamer, terutama pada perabotnya, pendhok,
warangka , mendhak dan deder yang bagus mempunyai nilai prestis tersendiri.
BEBERAPA ISTILAH YANG SERING DIGUNAKAN DALAM DUNIA TOSAN AJI
1. Tangguh, tangguh adalah gaya/ model. keris tangguh
majapahit adalah keris dengan “gaya” majapahit. tangguh ini bisa dilihat detail
setiap masanya pada naskah “serat panangguhing Dhuwung” maupun buku buku
terbitan setelahnya yang masih merujuk ke naskah lama.
2. Toya, atau secara mudah diartikan sebagai ‘air”.
adalah perkiraan zaman pembuatannya, ini lebih rumit daripada tangguh, tetapi
jika sudah belajar garap keris nanti akan bisa tangguh secara otomatis akan
bisa juga melihat toya dari tosan aji. jadi bisa nanti keris tangguh majapahit,
toya mataram dibaca “keris mataram mencontoh gaya majapahit”. istilah toya
lazim dikenal di Yogyakarta.
3. Wesi,
besi pada bilah keris,
ada nyerat, nyabak, ngglali dst
4. Dhapur, nama model keris. perbedaan nama dhapur
ditentukan oleh luk, ricikan dan proporsi nya. misalnya keris lurus dengan
pejetan dan gandhik saja disebut keris dhapur brojol, keris kurus dengan
gandhik polos, blumbangan dan tikel alis disebut dhapur tilam upih dan
seterusnya, dhapur keris ada ratusan macam
5. Pamor, adalah motif yang timbul di bilah keris
hasil dari lipatan besi yang berbeda jenis/warnanya, pamor biasanya berwarna
putih, keabuan atau keperakan. jenis pamor sangat bermacam macam
6. Perabot, adalah pakaian keris meliputi pendhok(
selongsong logam) warangka(sarung keris dari kayu atau bahan lain) mendhak
(cincin keris), selut(opsional) adalah tambahan mendhak, dan deder(handle
keris)
7. Tarikan, adalah keadaan keris dilihat secara kasat
mata, atau sekarang mungkin lebih dikenal sebagai esoteri
8. Tanjeg,
adalah keris dilihat
secara non material, bisa dilihat secara suasana, ataupun perwakan, mungkin
lebih dikenal dengan nama isoteri, khodam, tuah dst.
9. Kamardhikan,
keris yang dibuat
setelah jaman kemerdekaan.
10. Mahar,
nominal yang
dikeuarkan untuk sebilah tosan aji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar