Kamis, 26 Juni 2025

sekilas keris

 

PENGETAHUAN SINGKAT KERIS YOGYAKARTA

Bagian 1

 

oleh Victor MH( MB. Martahadihidayat)

1.      SEKILAS TENTANG KERIS

Dalam tatanan kehidupan nenek moyang orang Jawa, kehidupan seseorang baru dianggap lengkap setelah memiliki lima hal, yaitu : Curigo (keris), Turonggo (kuda, kendaraan), Wisma (rumah tempat tinggal), Wanita (istri) dan Kukilo (Burung Perkutut, simbol klangenan, hobby atau hiburan). Dari kelima hal itu, curigo atau keris menjadi prioritas utama, karena bila kita cermati dengan seksama, keris itu ngemu pituduh (mengandung petunjuk tentang kebenaran), ngemu pitutur (mengandung nasihat tentang kebajikan), dan ngemu panyuwunan (mengandung doa dan harapan).

Para luhur nenek moyang kita mewariskan pituduh dan pitutur adiluhung kepada generasi penerus bangsa agar hidupnya benar dan bahagia lahir dan batin. Sudah menjadi budaya oraing jawa bahwa pituduh dan pitutur tersebut disampaikan secara simbolik, kias atau “sanepo”, bahkan “pasemon”, yang dituangkan dalam karya-karya seni adiluhung, berupa bangunan, tari, sastra, pakaian, gamelan dan sebagainya, termasuk senjata tradisional yang disebut tosan aji, khususnya keris.

Lukisan Pangeran Ario Diponegoro tahun 1870 yang tersimpan KITLV Leiden Belanda

 

Lebih jauh lagi, pituduh dan pitutur adiluhung tersebut yang terdapat di dalam keris Berdasarkan catatan dari Demak Kadilangu, yang disampaikan oleh Kanjeng Pangeran Wijil II (Pujangga terakhir Kraton Kartasura) yang sempat dikutip oleh Ki Darmosugito dalam bukunya yang berjudul Dhuwung, secara garis besar ada dua hal pasemon yang terdapat di dalam keris, yaitu :

1. Keris sebagai “pasemoning sangkan paran” yang bisa diartikan sebagai rahasia tentang asal-usul manusia.

2. Keris sebagai “pasemoning agesang” yang bisa diartikan sebagai rahasia tentang kehidupan manusia.

Orang Jawa mengenal istilah "Sasmita Ratu, Esem Bupati, Semu Mantri, Dhupak Kuli". Semakin tinggi ilmu dan kedudukan seseorang, semakin halus cara berkomunikasi dalam menyampaikan dan memahami pesan. Sasmita atau Pasemon diartikan Bahasa yang sangat halus, tidak vulgar  seperti halnya orang jawa yang bisa mengingatkan orang tanpa yang diingatkan tersakiti, hal ini merupakan pengertian singkat dari kata pasemon. Berikut beberapa hal yang terkandung dalam tosan aji berupa keris tentang pasemoning sangkan paran.

1. Keris sebagai Pasemoning Sangkan Paran

Bilamana kita melihat sebilah keris, kesan awal yang dapat kita lihat, bahwa

jumlahnya hanya satu. namun bila dicermati. setelah dihunus maka keris itu terdiri dari dua bagian, yaitu warangka dan wilah, atau manunggalnya barang dua, Nampaknya

satu, namun sebenarnya dua, tetapi walaupun dua, sebenarnya satu. Yaitu satunggal

ingkang kalih, kelih ingkang satunggal. Ini merupakan pasemoning sangkan paran,

tentang jumbuhir.g kawula Gusti.

Kalau keris kita hunus, lalu dicermati bilahnya, maka seolah-olah yang dianggap

ujungnya (pucuk) adalah bagian yang runcing, dan pangkalnya (bongkot) adalah bagian yang kita pegang, yaitu pesi, ini adalah anggapan yang wajar. Padahal bila kita merunut proses pembuatan keris, sewaktu keris masih berujud bakalan (kodhokan), bagian ujung kodhokan itu diputus atau dipenggal, sebagai bahan untuk membuat gonjo, yang nantinya ditembus pesi sebagai bagian utama dari sorsoran keris.  Setelah keris diberi perabot yang lengkap dan kita sarungkan ke warangka, maka yang  semula sebagai bagian ujungnya keris, berubah fungsi menjadi pangkalnya keris atau bagian bongkotnya. Kemudian bagian sor - soran, yaitu bagian gonjo dan pesi yang semula sebagai pangkalnya (bongkot), berubah menjadi ujungnya (pucuk). Sehingga keris itu sebenarnya tanpa bongkot dan tanpa pucuk, tanpa ujung dan tanpa pangkal.  Para Empu mewariskan pasemon kepada kita bahwa sesuatu yang tanpa ujung dan  pangkal, atau tanpa wiwitan lan tanpa pungkasan, merupakan salah satu sifat abadi dari Tuhan Yang Maha Esa.

Bentuk Gonjo yang menyerupai cicak, yang maknanya dalam huruf Jawa artinya titik. Semua wujud seantero alam semesta itu merupakan kumpulan dari titik yang jumlahnya tak terhitung. Ini merupakan pasemon luhur segala yang ada di alam semesta ini merupakan percikan cahaya dari kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Kumpulan titik

seluruh alam semesta ini akhirnya juga merupakan wujud dari titik yang Tunggal.

 

2.      WUJUD KERIS

Tosan aji makna dasarnya adalah “besi yang dihargai/dihormati dan memberi manfaat” secara mudahnya sebuah benda masuk dalam prasyarat  tosan aji bila terdiri dari 3 bahan, besi, baja dan pamor dan dibuat dengan kaidah kaidah pembuatan tosan aji. campuran besi baja dan pamor saat ini sudah disebut sebagai tosan aji, pamor tidak selalu harus putih ada yang abu abu, atau hitam(sering disebut pamor kelengan)

apakah itu keris

 

kesimpulan yang dihimpun penulis dari berbagai sumber sebuah benda disebut keris apabila :

 

1. Memliki bentuk asimetris dengan ujung yang runcing

2. Berbahan tosan aji (besi, baja, pamor)

3. Mempunyai ganja(baik iras maupun tidak)

4. Mempunyai condong leleh .

 

keris disebut dalam beberapa tingkatan bahasa, ada yang menyebut dhuwung, wangkingan, curiga dan juga keris, masing masing mempunyai arti dan makna yang kurang lebih sama.

keris pada dasarnya terbagi menjadi 2 jenis

1.      keris lurus, adalah keris yang bilahnya lurus dan tanpa lekuk, sering diartikan sebagai symbol harapan dan pandangan hidup yang “lurus’ menuju Tuhan yang maha esa.

gambar sebilah keris lurus berdhapur jalak dengan pamor nunggak semi raja gundala, bertangguh HB I

 

 

 

 

 

 

 

 

2.      Keris Luk

keris luk biasanya ber lekuk ganjil, biasanya diartikan sebagai “hidup fleksibel dalam menghadapi masalah, dan berakhir tetap pada tujuannya”

sebuah gambar keris luk dengan cara menghitung luk dari bagian perut(cekungannya)

bilah keris bertangguh Demak

 

 

 

CARA MEMAKAI KERIS GAYA YOGYAKARTA

Peraga. KRT Condropuspita (almarhum) dan MB. Matahadihidayat


Klabang pinipit/Klabang pipitan.

Klabang pinipit dikenakan dalam acara sehari-hari dan merupakan pemakaian paling sopan dalam berbagai masyarakat. Posisi keris berada dipunggung bagian sebelah kanan, hulu keris berada di dekat ketiak kanan. Pendhok terlihat kira-kira 2 atau 3 jari di atas lonthong.

 

Nyothe.
Mengenakan keris cara ini biasanya digunakan oleh orang yang bepergian atau para ulama yang mengenakan jubah. Keris diselipkan di depan/perut, dibawah ketiak kanan, atau kiri.
Peraga.

Nyothe cara lain

 

 

 

 

 

Munyuk Ngilo.
Mengenakan keris cara Munyuk Ngilo digunakan oleh prajurit yang menyandang senapan/senjata api pada bahu kanan, sehingga warangka keris tidak rusak karena berbenturan dengan senapan.

 

 

Ngewal.
Ngewal hampir sama dengan Klabang Pinipit, tetapi posisi hulu keris dibalik menghadap ke bawah. Cara mengenakan keris seperti ini hanya dikenakan oleh prajurit yang sedang siap siaga.

Satriya Keplayu/Lele Sinundukan/Sunduk Lele
Pada cara ini, keris diselipkan pada setagen/lonthong dengan posisi tegak lurus sejajar tulang punggung. Cara ini dianggap kurang baik karena dipandang memiliki maksud tersembunyi.

Nganggar
Pada cara ini, keris tidak diselipkan pada lipatan stagen/lonthong, tetapi digantung pada sebuah gantungan khusus yang dipasang pada sabuk/kamus.
Menggunakan keris cara ini dilakukan oleh prajurit Dhaeng atau para bangsawan yang mengenakan pakaian prajuritan/sikepan. Biasanya menyandang 2 keris, 1 cara nganggar sedangkan satu lagi dengan cara Ngewal atau Klabang Pinipit

 

Mangking

Cara ini mirip dengan Klabang pinipit, tetapi letak keris terlalu di tengah, sehingga bagian gandar berada di sebelah kiri tulang punggung. Cara ini dianggap kurang baik karena si pemakai dianggap terlalu berani dan kurang waspada.

Netep.
Cara ini mirip dengan Klabang Pinipit, tetapi bagian warangka menyentuh setagen/lonthong. Cara ini dianggap kurang baik karena si pemakai dianggap ceroboh, terlalu berani dan kurang mawas diri.

Mogleng.

Cara ini mirip Klabang Pinipit, tetapi pendhok terlihat menyembul keluar. Cara ini dianggap kurang baik, karena si pemakai dianggap hendak menyombongkan diri. Cara ini hanya cocok dikenakan oleh raja.


 

BAGIAN BAGIAN KERIS

 
 

 


 

 

           

 

 

Perabot keris gaya Yogyakarta

Perabot keris Yogyakarta meneruskan pakem kerajaan Mataram, perbot keris meliputi deder, mendhak, warangka, pendhok dan kadang selut sebagai pelengkap. perabot keris Yogyakarta meneruskan dari perabot keris mataram dengan hanya sedikit perubahan, sedangkan yang relative tidak berubah adalah dedernya. Sehingga hamper semua kerajaan yang berhubungan dengan mataram memiliki kesamaan dengan perabot Yogyakarta. Sesuai perjanjian giyanti bahwa Yogyakarta meneruskan budaya mataram, Surakarta membuat budaya baru dengan mengadopsi budaya pasisiran. Berikut contoh perabot keris gaya yogyakarta

 

1.       Deder, deder gaya Yogyakarta pada yang lazim dipakai adalah deder nunggak semi, akan tetapi juga dilengkapi dengan perembangan dari deder nunggak semi yaitu deder lempuyangan dan narada kanda, serta deder kagok

Gambar deder nunggak semi dengan bahan kemuning simbar

 

2.       mendhak yogyakarta

Pada dasarnya terdapat 6 macam mendhak jogja.

a. Mendhak "Lugas" merupakan mendhak yang semua bagiannya terbuat dvari logam.

b. Mendhak "Kendhit" adalah mendhak yang menggunakan 1 warna batu mulia sebagai mata nya biasanya berwarna putih dari intan, berlian atau yiakut atau hijau dari zamrud dan merah dari ruby.

c. Mendhak "Nyah Nginang" atau nyonyah nginang adalah mendhak yang matanya menggunakan 2 macam batu mulia, bisanya berwarna putih dan merah dari intan atau berlian dan ruby.

d. Mendhak "Rujak Wuni" adalah mendhak yang matanya menggunakan 3 warna batu, biasanya bterwarna merah, putih dan hijau dari intan, ruby dan zamrud.

e. Mendhak "Robyong" adalah moendhak yang semua menirannya menggunakan batu mulia.

f. Mendhak "Blitar" adalah mendhak yang menirran atas dan bawahnya diganti dengan tali dari logam.

Demikian 6 jenis dasar mendhak jogja, berikut saya lampirkan contoh yang baik dari 6 mendhak tersebut

 

 

 

3.       warangka

warangka Yogyakarta yang lazim dipakai adalah, warangka gayaman untuk keperluan harian, branggah untuk keperluan upacara formal, wulan tumanggal biasanya untuk para ulama, sandang walikat untuk menyimpan pusaka, bancihan(perpaduan branggah dan gayaman) dan kagok(perpaduan 2 kerajaan) biasanya untuk para seniman.  

Warangka gayaman dan branggah

 Warangka gayaman kagok dan kagok bancihan

Warangka sandang walikat dan wulan tumanggal

 

4.       pendhok Yogyakarta terdiri dari 4 bentuk dasar

a.       pendhok blewah, yaitu seperti belahan dan memperlihatkan kayu bagian gandar

b.       pendhok bunton,  berbentuk gilig tertutup

 

c.       pendhok slorok, berupa blewah dengan slorok yang bisa dilepas ditengahnya

d.       pendhok topengan, adalah pendhok blewah dengan tutup diatasnya

 

 

5.       selut, selut merupakan tambahan yang berfungsi untuk memperkuat bungkul deder,selut merupakan perabot opsiona boleh digunakan boleh tidak, selut terbagi menjadi 2 yaitu selut njeruk keprok dan selut njeruk purut.

 

 

 

 

 

 

 

 

PERABOT KERIS GAYA YOGYAKARTA DAN PERBEDAANNYA DENGAN GAYA SURAKARTA

Perabot adalah pakaian keris meliputi, deder/Handle/Ukiran, mendhak, selut(opsional), Warangka dan pendhok. Dewasa ini di kalangan masyarakat masih sering tertukar karena adanya kemiripan antara perabot warangka Yogyakarta dan Surakarta.

Berikut perbedaan yang mudah dilihat dari perabot Yogyakarta dan Surakarta:

 

 

1.      DEDER

Secara garis besar ada 3 perbedaan deder surakarta dan yogyakarta yaitu:

1. Bentuk keseluruhan, seperti pada warangka deder Surakarta bentuknya lebih melengkung sedangkan deder Yogyakarta relatif lebih lugas, menyesuaikan dengan warangkanya deder Surakarta relatif lebih besar dan gempal dibanding deder Yogyakarta.

2. Deder Surakarta memakai kuncung pada bagian bathuknya seperti kuncung pada umumnya, sedangkan deder Yogyakarta tidak memakai kuncung melainkan memakai cithak (garis setengah lingkaran)

3. Deder Surakarta memakai linger/sudut di sisi perutnya sedangkan deder Yogyakarta tidak

 

 

2.      Mendhak

Secara umum dan paling mudah adalah bagian yang biasa disebut "tumpengan " sebuah kerucut bawah mendhak yang berbentuk seperti tumpeng (saya lingkari).

Tumpengan pada mendhak Yogyakarta adalah mlenuk atau berisi seperti tumpeng sesungguhnya, dan lurus lugas membuat mendhak Yogyakarta terlihat lebih kenceng, sesuai dengan perabot dan karakter Yogyakarta.

Tumpengan pada mendhak Surakarta lebih ramping dan cenderung agak agak melengkung, membuat mendhak Surakarta menjadi ayu dan kenes sesuai dengan sandangan Surakarta yang indah.

 

3.      WARANGKA

Secara umum warangka keris Yogyakarta yang digunakan secara umum ada 2, yaitu warangka gayaman (untuk keperluan sehari hari) dan warangka Branggah (untuk keperluan acara resmi).

  1. gayaman

A.adalah bagian kecil diujung rangka yang sering disebut "lambe wayang" lambe wayang terletak di sudut ujung depan diatas janggut, persis seperti bibir diatas dagu, jika Surakarta bentuk lambenya lancip, jika Yogyakarta bentuk bibirnya agak kotak. hal seperti ini dulu maupun sekarang kadang dan terlepas dari perhatian mranggi, jika kurang diperhatikan kadang ada istilah rangka Yogyakarta rasa Surakarta, rangkanya Yogyakarta kenapa lambenya Surakarta dll , tentunya bagi yang memperhatikan, bagi yang tidak ya tidak apa apa karena semua tergantung yang memandang.
 B.bagian diatas gelungan terletak dibelakang warangka, jika Surakarta biasanya terdapat sudut, jika Yogyakarta tidak ada sudutnya.
setidaknya dua indikator tersebut sudah cukup untuk membedakan gayaman yogya dan Surakarta.

 

 

 

 

 

B.     Branggah

Branggah jika gaya Surakarta disebut ladrang

Angka 1 adalah “Angkup” berada diatas janggut dan bentuknya melengkung, pada ladrang diatas janggut ada semacam sudut untuk kemudian naik di angkup, dan angkupnya melengkung hampir setengah putaran, serta di kruwing jadi semacam ada kruwingan dan tengahnya terdapat ada adanya, hal itu membuat angkup pada ladrang Menjadi terlihat lebih “cantik” seperti gadis metropolitan yang cantik dengan p[akaian yang glamour.
sedangkan Yogyakarta lugas , dari janggut ke angkup hampir tanpa lekukan dan angkupnya lebih tegas ndegeg , tanpa kruwingan dll, hanya garis lengkung yang tegas dan tidak se melengkung angkup Surakarta, membuat angkup Yogyakarta terlihat lebih kaku, lugas dan tegas.

angka 2 “godhongan” sama halnya pada angkup, seretan dibawah godhongan pada rangka ladrang lebih melengkung sedangkan pada branggah lebih lurus dan lugas

C.     PENDHOK

Pendhok yogyakarta

Pendhok Surakarta

Pendhok gaya Yogyakarta dan Surakarta secara umum dibedakan oleh 3 hal

1.      Cangkem kuthuk atau bagian atas pendkok yang digunakan untuk masuknya gandar, jika Yogyakarta berbentuk melengkung, jika Surakarta berbentuk lurus

2.      Awak awakan, atau badan pendhok. Jika Yogyakarta berbentuk gilig( gemuk) dan mengerucut ke ujung, Surakarta berbentuk agak pipih dan cenderung agak lurus.

3.      Tatahan/ukiran, jika Yogyakarta tidak sampai ke tepi pendhok, Surakarta tatahan penuh hingga tepi pendhok.

FUNGSI KERIS PADA MASA LAMPAU

 

1. KERIS SEBAGAI LAMBANG

a. Identitas pribadi atau keluarga, keris dengan bentuk pamor dan aksesoris tertentu pada masa lalu sering menjadi identitas pemiliknya, misalnya keris dhapur carubuk berpamor pandhita abala pandhita misalnya Khusus untuk para pendheta, keris dengan dapur putut misalnya khusus Untuk para siswa. Termasuk orang dapat dikenal pangkat dan kedudukannya dilihat dari keris dan atributnya.

b. Sebagai lambang kedewasaan, dalam falsafah jawa seorang pria dianggap dewasa apabila sudah menggenapi 5 syarat utama dalam hidupnya, yaitu curiga(keris), turangga (kuda), wisma (rumah), wanita(istri) dan kukila (burung).

c. Sebagai lambang persaudaraan, keris sudah sejak lama digunakan dalam tukar menukar cenderamata, baik bada zaman kerajaan maupun sesudah kemerdekaan dan juga keris dianggap sebagai cenderamata paling bermakna pada masa lampau, jika seseorang sudah diberi keris maka tentunya sudah dianggap dekat seolah saudara sendiri. Pada zaman dahulu lazim seorang ayah membuatkan keris untuk anak anaknya, seorang guru memberikan keris kepada murid muridnya. Pemberian keris merupakan lambang persahabatan dan persaudaraan yang kuat.

d. Sebagai lambang kepahlawanan, pangeran Diponegoro, Jendral sudirman bahkan ken arok adalah beberapa tokoh yang terkait dengan keris, Bung Tomo pada saat saat genting juga selalu membawa keris pusaka, selain menjadi pendamping fisik keris juga merupakan pendamping psikologis, pada masa dahulu beberapa keris digunakan sebagai lambang kepahlawanan dan semangat, kenyataan ini juga membuktikan bahwa keris sebenarnya juga merupakan jembatan penghubung semangat nasionalisme masa kini dengan jiwa patriotism masa lalu.

e. Sebagai tanda peristiwa, masyarakat lama terutama jawa mengenal pencatatan angka dengan bentuk macam macam, salahsatunya adalah sengkalan, yaitu pencatatan angka menggunakan lambang lambang yang terdapat di alam, bias terlihat keris dengan beberapa lambang yang berarti angka, selain itu keris juga dibuat untuk peringatan khusus, contohnya ketika penaklukan pati, maka panglima perang yang berjasa diberi kinatah gajah singa pada ganja kerisnya

 

2. KERIS SEBAGAI ATRIBUT

a. Keris sebagai lengkap busana adat, Diberbagait daerah selain fungsi sebagai senjata juga digunakan sebagai atribut busana agar lengkap, busana jawa tidak akan lengkap bila tidak menggunakan keris, dan ada aturan tersendiri dalam penggunaan keris, aturan rangka, aturan pendok dan deder.

b. Keris sebagai atribut raja dan bangsawan, padao masa lalukeris termasuk dalam perangkat “keprabon” atau perangkat yang harus dimiliki oleh seorang raja, misalnya di Yogyakarta ada keris KKA. Jaka piturun dan KKA. Kopek, sebagai kelengkapan keprabon.

c. Keris sebagai atribut utusan Raja, Bila seorangr Raja berhalangan maka raja berhak mengutus seseorang untuk mewakilinya, dan sebagai penanda utusan raja maka utusan dipinjami keris kerajaan. Sebagai contoh pada saat berlangsungnya upacara pernikahan Pangeran Jerman Bernard von Lippe-Biesterfeld dengan putrid Raja Juliana Van Oranje-Nassau dari netherland, Sri paku Buwana X dari Kraton Surakarta mengutus salah seorang putranya Pangeran Suryohamijoyo, dan menggunakan keris Pusaka kerajaan yaitu Kanjeng Kyahi Pakumpulan.

d. Keris Sebagai atribut prajurit, di kerajaan Surakarta dan Yogyakarta keris merupakan atribut resmi prajurit bila pisowanan maupun ketika maju perang.

e. Sebagai penanda pangkat atau status social, keris meruoakan salah satu atribut warga masyarakat aristokris, sehingga wajar jika keris dikembangkan aturan khusus tentang pendhok, deder, warangka dan aksesoris lain yang mengacu pada pangkat, kedudukan maupun status sosisal lainnya. Contohnya di lingkungan istana pada masa lalu pendhok kemalo merah hanya boleh dipakai oleh keluarga kerajaan dengan pangkat tertentu, pendhok kemalo hijau bagi orang dengan jabatan bekel dan selanjutnya.

 

3. KERIS KERIS SEBAGAI SENJATA

a. Sebagai senjata tajam, dalamv keilmuan jawa keris merupakan salah satu senjata tikam jarak pendek, atau disebut sebagai “ senjata ruket” yaitusenjata dalam jarak “pergumulan” keris juga digambarkan sebagai gigi taring dewa kematian, bila seorang terlibat pergumulan menggunakan keris sering dikatakan “ ngadi siyunging bathara kala” (mengadu taring bathara kala) banyak cerita yang menyebutkan penggunaan keris sebagai senjata, diantaranya adalah cerita tentang ajisaka dan yang terakhir adalah perang puputan Badung dan Klungkung pada awal abad 20.

b. Sebagai senjata pidana, pada zamani dahulu keris menjadi salah satu senjata pidana, pelaksanaan pidana dilakukan dengan cara ditusuk menggunakan keris dari punggun, dibawah tulang belikat sehingga tembus ke dada dan jantung tertembus bilah keris, selain itu Sunan Amangkurat 1 juga sering mengeksekusi mati menggunakan sebilah keris bernama “kyahi Blabar” yang lebih terkenal dengan sebutan keris Kyahi Margapati.

c. Keris sebagai senjata peraga, artinyac keris berfungsi sebagai senjata pamer, terutama pada perabotnya, pendhok, warangka , mendhak dan deder yang bagus mempunyai nilai prestis tersendiri.

 

BEBERAPA ISTILAH YANG SERING DIGUNAKAN DALAM DUNIA TOSAN AJI

1.      Tangguh, tangguh adalah gaya/ model. keris tangguh majapahit adalah keris dengan “gaya” majapahit. tangguh ini bisa dilihat detail setiap masanya pada naskah “serat panangguhing Dhuwung” maupun buku buku terbitan setelahnya yang masih merujuk ke naskah lama.

2.      Toya, atau secara mudah diartikan sebagai ‘air”. adalah perkiraan zaman pembuatannya, ini lebih rumit daripada tangguh, tetapi jika sudah belajar garap keris nanti akan bisa tangguh secara otomatis akan bisa juga melihat toya dari tosan aji. jadi bisa nanti keris tangguh majapahit, toya mataram dibaca “keris mataram mencontoh gaya majapahit”. istilah toya lazim dikenal di Yogyakarta.

3.      Wesi, besi pada bilah keris, ada nyerat, nyabak, ngglali dst

4.      Dhapur, nama model keris. perbedaan nama dhapur ditentukan oleh luk, ricikan dan proporsi nya. misalnya keris lurus dengan pejetan dan gandhik saja disebut keris dhapur brojol, keris kurus dengan gandhik polos, blumbangan dan tikel alis disebut dhapur tilam upih dan seterusnya, dhapur keris ada ratusan macam

5.      Pamor, adalah motif yang timbul di bilah keris hasil dari lipatan besi yang berbeda jenis/warnanya, pamor biasanya berwarna putih, keabuan atau keperakan. jenis pamor sangat bermacam macam

6.      Perabot, adalah pakaian keris meliputi pendhok( selongsong logam) warangka(sarung keris dari kayu atau bahan lain) mendhak (cincin keris), selut(opsional) adalah tambahan mendhak, dan deder(handle keris)

7.      Tarikan, adalah keadaan keris dilihat secara kasat mata, atau sekarang mungkin lebih dikenal sebagai esoteri

8.      Tanjeg, adalah keris dilihat secara non material, bisa dilihat secara suasana, ataupun perwakan, mungkin lebih dikenal dengan nama isoteri, khodam, tuah dst.

9.      Kamardhikan, keris yang dibuat setelah jaman kemerdekaan.

10.   Mahar, nominal yang dikeuarkan untuk sebilah tosan aji.

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar